Category Archives: Sepakbola

Superioritas Barca vs Inferioritas Man. United (Catatan Final Liga Champion Eropa 2011)

Oleh: Pahrudin HM
Sebuah ungkapan bijak pernah berkata bahwa banyak beban akan membawa banyak masalah. Ungkapan ini mungkin dapat mewakili apa yang dihadirkan oleh Final Liga Champion Eropa edisi 2010-2011 yang dimentaskan dini hari tadi, 29 Mei 2011. Laga final yang dikatakan sebagai pertemuan puncak nan ideal antara dua kutub utama sepakbola Eropa saat ini, Barcelona yang mewakili kompetisi kasta tertinggi La Liga Spanyol dan Manchester United yang menyandang status wakil sepakbola Premier League Inggris serta keduanya juga berposisi sebagai kampiun di kompetisi liganya masing-masing. Pertandingan final ini sekaligus juga seperti ulangan laga serupa yang terjadi dalam ajang yang sama di tahun 2009 yang dilaksanakan di Stadion Olimpico, Roma Italia.

Road to Wembley yang dilalui kedua klub dapat dikatakan cukup mulus. Di fase grup keduanya menempati posisi puncak atas lawan-lawannya. Namun demikian, perjalanan Barca di fase berikutnya cukup berat karena harus merontokkan salah satu raksasa Inggris, Arsenal dan disusul kemudian dengan Shakhtar Donets dan seterunya di el-clasico, Real Madrid, sedangkan Man. United ‘hanya’ bertemu wakil Prancis, Marseille di fase knockout pertama. Man. United baru menghadapi lawan yang sangat tangguh ketika bertemu rival utamanya di Liga Primer, Chelsea dan kembali menghadapi lawan yang tidak cukup berat di fase berikutnya, Schalke 04.

Bagi Man. United, laga final kali ini sangat berarti banyak hal. Pertama, membalas dendam (revand) atas kekalahan 0-2 di Olimpico Roma 2009 yang lalu. Kedua, menjaga kehormatan para fans-nya dan masyarakat negeri Ratu Elizabeth II umumnya sebagai host laga final yang dimentaskan di stadion kebanggaan Inggris, Wembley. Ketiga, menuntaskan keinginan kuat Sir Alex dan seluruh komponen Man. United untuk paling tidak mendekati capaian sang seteru abadi, Liverpool, di pentas Eropa (5 kali juara) menjadi 4 kali setelah terakhir berhasil direngkuh pada tahun 2008 sekaligus juga menghasilkan double winner di musim ini. Paling tidak, inilah beban berat yang harus dipikul oleh segenap punggawa Man. United di rumput hijau Wembley dalam hitungan 90 menit. Beban berat yang seringkali menimbulkan banyak masalah yang mengiringinya. Sebaliknya bagi Barcelona, laga kali ini ‘hanya’ ingin semakin menunjukkan eksistensi dan superioritasnya atas kekuatan sepakbola Eropa, khususnya Man. United dan Liga Inggris serta merengkuh tropi keempatnya dalam kompetisi antar klub Eropa.

Akibat beban berat yang dipikul oleh Rooney dkk, Man. United harus bertekuk lutut di bawah superioritas Barcelona dengan skor telak, 1-3 (1-1). Permainan Man. United yang biasanya cepat dan mengalir deras dari para wingernya, hampir tidak pernah terlihat sepanjang 90 menit pertandingan berlangsung. Sementara itu, Barca sangat leluasa menerapkan trade mark-nya selama ini dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki dan penguasaan bola yang sangat dominan. Dengan kondisi seperti ini, ditambahkan lagi dengan permainan United yang cenderung mengikuti lawan, maka gol-gol yang diharapkan hanya tinggal menunggu waktu saja. Hal ini terbukti dengan lahirnya gol-gol cantik ala Barca dari kaki Pedro, Messi dan Villa serta hanya mampu dibalas oleh sebiji gol Rooney yang hasil yang prosesnya dari tayangan ulang terlihat offside.

Pertandingan dini hari tadi juga semakin mengukuhkan dominasi Barca atas Man. United dalam beberapa pertemuan yang keduanya lakoni. Di samping itu, untuk kesekian kalinya Man. United harus mengakui keunggulan Barca ketika keduanya bertindak sebagai layaknya tamu dan tuan rumah. Ya, meskipun Stadion Wembley yang dijadikan venue laga final ini terletak di London Inggris, namun Barcelona berhak menggunakan jersey utamanya karena alfabet klub yang berawalan lebih dahulu (FC Barcelona) dari Manchester United. Akibatnya, meskipun berlangsung di Inggris, Man. United harus menggunakan jersey tandang (putih-putih) menghadapi Barcelona yang sesungguhnya adalah tamunya. Hal yang sama juga terjadi di Olimpico Roma 2009 yang lalu, dan kedua laga final tersebut dimenangi Barcelona yang bertindak sebagai ‘tuan rumah’. Entah kebetulan atau tidak, tapi yang jelas banyak pengamat menilai bahwa kostum tim cukup berpengaruh terhadap penampilan sebuah tim dalam pertandingan, apalagi laga final sekelas Liga Champion yang sangat sakral. Hal ini karena mungkin tim yang memakai kostum utama memiliki motivasi yang begitu kuat menjaga kebesaran kostum yang dikenakannya layaknya di laga tandang mereka sendiri dan begitu juga sebaliknya. Namun demikian, bagaimana pun juga taktik dan strategi pelatih serta permainan tim lah yang menentukan. Barcelona sangat leluasa memainkan permainan cantiknya yang selama ini menjadi andalan utamanya dalam menaklukkan lawannya, sebaliknya Man. United seakan ‘terpesona’ dengan gerakan lawan sehingga ‘lupa’ akan beragam kreasi ciamik yang selama ini mereka perlihatkan dalam menaklukkan Liga Inggris dan fase-fase Liga Champion.

Selamat buat Barcelona atas rengkuhan tropi keempatnya di Liga Champion. Buat Man. United, perjalanan ke final bukanlah sebuah kebetulan dan ada banyak pelajaran yang dapat dipetik dan final mendatang masih ada.

Yogyakarta, 29 Mei 2011

Analisis Laga AC Milan-Manchester United di 16 Besar Liga Champions 2009

Oleh : Pahrudin HM, M.A.

Barangkali benar kata orang bijak bahwa bagaimanapun juga usia tidak dapat dibohongi. Ini pula kiranya yang tepat untuk menggambarkan pertandingan sepakbola babak 16 besar Liga Champions Eropa 2009-2010 yang mempertemukan dua klub besar dunia, AC Milan (Italia) dan Manchester United (Inggris). Klub sepakbola Milan selama ini memang dikenal sebagai salah satu klub besar dunia yang senang mengoleksi para pemain yang sudah uzur dalam tradisi sepakbola. Menurut penuturan banyak petinggi klub yang bermarkas di kota Milano ini, kebijakan ini dilakukan karena mereka beranggapan bahwa para pemain berumur tersebut bukannya telah uzur, tetapi mereka adalah pemain yang berpengalaman. Memang, para pemain yang menghuni klub milik Perdana Mentri Italia ini adalah insan-insan yang telah kenyang dengan asam garam dunia si kulit bundar. Sebutlah misalnya Clarence Seedorf, Inzaghi, Ambrossini, Favalli dan masih banyak lagi para ‘dedengkot’ sepakbola Italia yang secara rutin bermain bagi Milan dalam setiap laga yang dilakoni klub ini.

Namun demikian, kebijakan ini pula, menurut saya, justru menjadi semacam pedang bermata dua yang menghantam balik Milan dalam laga melawan raksasa Inggris, Manchester United, Rabu 17 Februari 2010 tadi pagi yang berkesudahan dengan skor 3-2 untuk kemenangan tim asuhan Sir Alex Ferguson tersebut. Jika diamati jalan pertandingan, pada menit-menit awal babak pertama Milan memang mampu mendominasi pertandingan dengan kreasi-kreasi apik yang dilakukan oleh sang maestro trik asal Brazil yang kini kembali menemukan performa apiknya, Ronaldinho. Bahkan, pada babak pertama yang terdiri dari 45 menit tersebut, laga diakhiri dengan skor 1-1 setelah Ronaldinho mencetak gol pada menit ke-3 yang kemudian dibalas oleh Scholes di menit ke-36.

Namun demikian, apa yang saya katakan ini menjadi kenyataan. Pada babak kedua, Milan yang sebagian besar pemainnya adalah para pemain besar yang tengah menapaki usia senja dalam sepakbola mulai terlihat kelimpungan menanggapi serangan variatif yang dilancarkan oleh anak buah Sir Alex. Hal ini terbukti dengan lahirnya gol kedua United hasil sundulan maut Rooney memanfaatkan crossing terukur Valencia yang masuk menggantikan Nani. Skor menjadi makin besar setelah Rooney menggandakan keunggulan setelah sundulan mautnya kembali merobek gawang Milan yang dikawal Dida setelah memanfaatkan umpan Flecher.

Para pemain yang dimiliki Sir Alex memang relatif masih muda atau dibawah usia 30 tahun, kecuali koper van der Saar, bek Ferdinand dan gelandang kreatif Scholes. Selebihnya, para pemain United adalah sekumpulan para anak muda yang tengah dididik oleh Sir Alex menjadi pemain-pemain besar, seperti Rooney, Valencia, Nani, Carrick, Evra dan lain sebagainya. Tetapi sebaliknya, para pemain Milan adalah sekumpulan para pemain yang uzur dalam tradisi sepakbola, kecuali pemain belia yang dimilikinya seperti Pato.

Tak dapat dipungkiri bahwa bagaimana pun hebatnya skil yang dimiliki oleh seorang pemain sepakbola, jika umurnya telah melewati usia emas maka ia akan mudah kelelahan akibat stamina yang terus terkuras. Sebaliknya, dengan usia yang masih muda dan segar, para pemain muda dengan mudah dapat mengatur stamina dan memiliki tenaga yang jauh lebih besar. Dengan tenaga dan stamina yang masih besar dan ditambah lagi dengan kemampuan skil yang mumpuni serta strategi yang jitu dari pelatih, maka dengan mudah para pemain muda tersebut mendikte pertandingan dan mencetak banyak gol hingga mengakhiri pertandingan dengan kemenangan. Inilah yang dilakukan oleh para anak asuhan Sir Alex di Gauseppe Meazza tadi pagi.

Jika dicermati lebih jauh, kedua klub besar dunia yang secara rutin tampil di ajang bergengsi Eropa ini sama-sama ditinggalkan oleh bintang utama yang menjadi ikon masing-masing. AC Milan yang selama ini dianggap sebagai salah satu klub besar Italia dan dunia ditinggalkan oleh ikon besarnya, Kaka, yang hijrah ke Real Madrid. Sedangkan Manchester United untuk kesekian kalinya setelah pada tahun 2003 ditinggalkan bintang besarnya, Backham, juga berpisah dengan ikon utamanya, Ronaldo, yang merapat ke Real Madrid dan memecahkan rekor transfer dunia yang selama ini dimiliki maestro sepakbola asal Prancis Zinedine Zidane sebesar Rp. 1,3 Triliun.

Namun demikian, ini pula yang membedakan antara Milan dan United dalam laga tersebut. AC Milan yang selama ini sangat tergantung dengan performa apik yang dipertunjukkan oleh Kaka ternyata belum dapat melepaskan diri dari ketergantungan tersebut. Lihatlah permainannya yang tidak terlalu atraktif layaknya di kala masih ada Kaka. Sedangkan United, meskipun juga ditinggalkan mesin gol utamanya, tetapi mereka sukses melepaskan diri dari ketergantungan dan bayang-bayang Ronaldo di masa lalu. Justru, saat ini United tengah menemukan performa apik yang dulu selalu dipertontonkan Ronaldo dalam diri seorang striker gempal, Rooney. Hal ini terbukti dengan torehan-torehan golnya di pentas Liga Inggris hingga menempatkannya di puncak daftar top skorer serta yang terpenting adalah sepasang golnya yang merobek jala gawang Dida tadi pagi. Sekian.

______________

Selamat untuk para pecinta United di mana saja berada. Sesungguhnya saya adalah penggemar kedua klub tersebut ditambah dengan Barcelona di Liga Spanyol. So, terbanglah setinggi-tingginya Manchester United, AC Milan dan Barcelona serta Sriwijaya FC di habitatmu masing-masing. Amin.